Headlines News :
Home » » Mengadapi Banjir tanpa umpatan dan marah

Mengadapi Banjir tanpa umpatan dan marah

Written By Unknown on Rabu, 20 Februari 2013 | 5:45:00 AM

                                                  Oleh .Kang Yoto (Bupati Bojonegoro)

Jumat malam, tanggal 16 februari 2013,  saya sedang pengajian di Malo, BPPD melaporkan kemungkinan air akan datang di Bojonegoro dalam waktu 25 jam yang akan datang. BPPD mendapatkan informasi, curah hujan terpantau deras di jurug, Ponorogo, Madiun, Sragen dan Ngawi. Sms itu saya jawab dengan kalimat “lanjutkan!”.

Dan benar selang beberapa menit saya sudah mendapatkan gambaran dari BPPD, bahwa bila tidak ada hujan lokal lebih dari 30 MM, maka esuk hari, sabtu pagi  permukaan bengawan solo akan naik, karangnongko belahan barat laut Bojonegoro, ketinggian permukaan air pada 28,65 Peilschaal. Itu artinya 18 jam  kemudian kira kira  pada pukul 21 permukaan air Bengawan solo di kota akan mencapai 15,05.

Dalam protab bencana banjir, Bojonegoro sudah masuk siaga III. Berarti seluruh prosedur tanggap darurat banjir sudah berjalan. Pintu pompa air sudah menyala saat ketinggian 14.50 pc, dan begitu air mencapai 14.95 maka semua pintu doorlaat sudah siap di lokasi beserta pasir. Predeksi ini saya sebarkan ke Muspida, dan kepada semua satker serta jajaran pemerintahan ke bawah. Humas aktif mensosialisasikan semua perkembangan ini!

Sabtu malam saya memilih menghadiri hajatan pak jeti, sunatan putanya, di RT.01 RW.0 2, Ledok Wetan. Kawasan paling rendah di kota. Walau air sudah sampai lutut, hajatan tetap berlangsung meriah. Saat saya datang, mereka menyambut hangat, sambil bertanya, berapa lagi ketinggian permukaan air. Saya jawab kemungkinan 10 sampai lima belas cm. Saat itu saya belum mendapatkan data curah hujan lokal di selatan dan utara Bojonegoro!

Sambil menunggu perkembangan, saya meneruskan perjalanan ke Banjarejo, karena ada dua RT yang berlokasi di kawasan rendah dan dekat bengawan solo. Di sana masyarakat sudah menata barang2nya di atas meja. Beberapa halaman rumah tergenang, saya memilih membiarkan celana saya basah, menikmati air sepanjang jalan ke rumah rumah. Anak anak memanggil saya untuk dihampiri. Tepat di gardu penjagaan, pertigaan jalan, beberapa ibu, remaja, anak anak dan bapak bapak meminta foto bersama! Mereka sorak sorai gembira

Sebelum ke posko BPPD saya ke Jetak untuk memastikan sudah ada doorlaat di sekitar pintu, berapa ketinggian air hingga mencapai pintu doorlaat. Di BPPD, Asisten satu, Humas, ka bppd, dan aparat TNI Polri, sedang menghitung laporan dari Kecamatan tergenang.

Kali ini saya ikut menghitung data perkembangan akibat banjir. Berdasarkan data yang dihimpun, tercatat sudah ada 54 desa/kelurahan yg kawasannya tergenang. Di Kec Boureno 14  desa, kec Dander satu desa, kec balen 9 desa, kec Kalitidu 4 desa, kec kota 4 kelurahan, kec Trucuk 11 desa dan Kanor 2 desa.

Rumah tergenang diperkirakan 1100an rumah tinggal. Sedang sawah pertanian padi kurang lebih 2000 ha. Sementara jalan desa tergenang 21.05 km Bojonegoro, tanggal 16 feb 2013. Pukul 21.00.

Malam itu saya coba  menghitung ulang kemungkinan air tertinggi dan wilayah tergenang berdasarkan data yang masuk dari titik pantau Karangnongko. Predeksinya besuk pagi ketinggian air dimungkinkan tembus 15.10. Melihat data ini saya tenang. Maka saya memutuskan untuk berangkat pengajian ke Sine Ngawi, sambil hitung hitung kembali minggu pagi bisa memantau keadaan masyaralat yg tergenang banjir.

Sehabis pengajian, saya mendapatkan laporan via sms, bahwa pada pukul 8.00 air sudah mencapai 15.32. “Wah salah perkiraan!”, dalam hati saya. Sejak berangkat saya membaca laporan per-jam, air naik mendekati angka perkiraan 15,25 pada pukul 6.00. dan setelah itu berhenti naik, stabil lalu turun. Ternyata saya salah hitung, maka begitu sampai di Bojonegoro, saya langsung ke kantor BPPD, membaca data, kepada staf Balai Besar dan Ka Dinas pengairan saya tanyakan, apa penjelasan kenaikan di luar perkiraan ini.

keduanya menjelaskan baru mendapatkan laporan hujan dari Kali Kening wilayah Tuban rupanya cukup lebat, warna air bengawan solo putih menunjukkan ada kontribusi hujan lokal. Kadis pengairan mencatat hujan lokal semalam 32 mm, curah hujan ini sebenarnya masuk kategori rendah.

Dalam perjalanan menyapa warga di lokasi kawasan banjir, saya mulai berhitung bila siaga tiga ini berjalan lebih dari satu hari, maka untuk wilayah perkotaan sudah harus ada suplai makanan. Beberapa diantara mereka adalah pekerja harian, yang mendapatkan uang hanya cukup untuk makan satu atau dua hari. minggu siang paling lambat bahan makanan dan makanan siap santap harus sudah didistribusikan! Saatnya protab darurat dilaksanakan.

Setelah mendapatkan penjelasan ketinggian air, wilayah tergenang, jumlah rumah, jalan sekolahan, dan kemungkinan orang yg memilih mengungsikan rojo koyo, sapi dan kambingnya di penampungan, mereka yang tetap bertahan  di rumahnya masing masing. Kesiapan aparat dan masyarakat menjaga pintu air, bahu membahu menjaga suasana. Mendengar laporan itu saya  hanya tinggal mengatakan “lanjutkan!” Sambil pesan pastikan kebutuhan makan, kemananan, kesehatan dan MCK.

Keadaan ini jauh berbeda dengan lima tahun yang lalu, tahun 2007 akhir dan awal 2008. Bojonegoro tenggelam, masyarakat panik, aparat birokrasi, TNI, POLRI dan relawan tergagap. Di awal tahun 2009 kita mulai belajar bagaimana menggauli banjir. Baik banjir kiriman maupun lokal. Mengenali bagaimana banjir datang, kapan, berapa banyak, apa yang harus kita lakukan, bagaimana saling berkomunikasi, bagaimana menyesuaikan diri dengan banjir. Kapan harus ke penampungan, apa yang harus disiapkan? Bila ada warga yang memilih tidak mengungsi apa yang harus dilakukan dan apa intervensi pemkab yang harus dilakukan. Apa yang dilakukan masyarakat saat banjir, yang mengungsi dan tidak, apa yang dilakukan tetangga desa. Bila banjir usai kapan kembali, apa yang dilakukan? Semua pertanyaan ini dijawab, dibuat simulasi bersama, disosialisasikan,  dilaksanakan dan disempurnakan terus!

Mengingat penyebab banjir bojonegoro berada di luar jangkauan pemkab dan masyarakat Bojonegoro, maka kami memilih menggauli banjir, living harmony with flood. Selain meningkatkan pengetahuan, perilaku dan tindakan saat banjir, kami keluarkan peraturan; agar anak anak wajib bisa renang, kontruksi jalan dirubah dari aspal ke paving, rencana tanam harus benar benar memperhitungkan kemungkinan datangnya banjir. Bila perlu libur sekolah juga menyesuaikan banjir.

Saat ini kami bersama sedang menjalankan pengetahuan dan prosedur menggauli banjir. Sambil terus belajar dari masalah dan kekurangan. Kami juga sedang membangun seribu embung, dan ribuan biopori. Agar run of air berkurang dan cadangan air bawah tanah meningkat! Kami percaya keinginan kuat untuk hidup lebih baik, keterbukaan hati dan pikiran dan kesediaan bersinergi bersama akan menjadi jembatan menggapai masa depan yang lebih baik.

Kami menyadari marah dan saling umpat saat ada musibah itu tidak berguna!
Catatan ini saya buat di ruang tamu, sesaat setelah saya memanggil Sekda, Asisten satu, ka. Bakesbangpolinmas dan Kadis kesehatan untuk melakukan evaluasi dan tindak lanjut. Kami akan terus mengabarkan ke publik apa yang terjadi, kekurangan,  dan semua kemungkinan yang bisa dan akan kami lakukan. Kami juga sangat terbuka menerima semua masukan. Agar cita cita mampu mandiri berkelanjutan mengelola masalah dan menggapai mimpi menjadi kenyataan! --------------------------------(Kang Yoto)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Head Office : Gg.Koramil No.28 Kapas - Bojonegoro | | (0353) 593 3256 - 081 259 061 188
Periklanan : Nurul Amalin 085 851 878 586
Copyright@ © 2012. Beritaguntur.com - Email: guntur_pusat@yahoo.co.id
Website Resmi Berita Nasional Tabloidguntur.com@ AGUS KUPRIT