Oleh .Kang Yoto (Bupati Bojonegoro)
Jumat malam, tanggal 16 februari 2013, saya sedang pengajian di
Malo, BPPD melaporkan kemungkinan air akan datang di Bojonegoro dalam
waktu 25 jam yang akan datang. BPPD mendapatkan informasi, curah hujan
terpantau deras di jurug, Ponorogo, Madiun, Sragen dan Ngawi. Sms itu
saya jawab dengan kalimat “lanjutkan!”.
Dan benar selang beberapa menit
saya sudah mendapatkan gambaran dari BPPD, bahwa bila tidak ada hujan
lokal lebih dari 30 MM, maka esuk hari, sabtu pagi permukaan bengawan
solo akan naik, karangnongko belahan barat laut Bojonegoro, ketinggian
permukaan air pada 28,65 Peilschaal. Itu artinya 18 jam kemudian kira
kira pada pukul 21 permukaan air Bengawan solo di kota akan mencapai
15,05.
Dalam protab bencana banjir, Bojonegoro sudah masuk siaga III.
Berarti seluruh prosedur tanggap darurat banjir sudah berjalan. Pintu
pompa air sudah menyala saat ketinggian 14.50 pc, dan begitu air
mencapai 14.95 maka semua pintu doorlaat sudah siap di lokasi beserta
pasir. Predeksi ini saya sebarkan ke Muspida, dan kepada semua satker
serta jajaran pemerintahan ke bawah. Humas aktif mensosialisasikan semua
perkembangan ini!
Sabtu malam saya memilih menghadiri hajatan pak jeti, sunatan
putanya, di RT.01 RW.0 2, Ledok Wetan. Kawasan paling rendah di kota.
Walau air sudah sampai lutut, hajatan tetap berlangsung meriah. Saat
saya datang, mereka menyambut hangat, sambil bertanya, berapa lagi
ketinggian permukaan air. Saya jawab kemungkinan 10 sampai lima belas
cm. Saat itu saya belum mendapatkan data curah hujan lokal di selatan
dan utara Bojonegoro!
Sambil menunggu perkembangan, saya meneruskan perjalanan ke
Banjarejo, karena ada dua RT yang berlokasi di kawasan rendah dan dekat
bengawan solo. Di sana masyarakat sudah menata barang2nya di atas meja.
Beberapa halaman rumah tergenang, saya memilih membiarkan celana saya
basah, menikmati air sepanjang jalan ke rumah rumah. Anak anak memanggil
saya untuk dihampiri. Tepat di gardu penjagaan, pertigaan jalan,
beberapa ibu, remaja, anak anak dan bapak bapak meminta foto bersama!
Mereka sorak sorai gembira
Sebelum ke posko BPPD saya ke Jetak untuk memastikan sudah ada
doorlaat di sekitar pintu, berapa ketinggian air hingga mencapai pintu
doorlaat. Di BPPD, Asisten satu, Humas, ka bppd, dan aparat TNI Polri,
sedang menghitung laporan dari Kecamatan tergenang.
Kali ini saya ikut menghitung data perkembangan akibat banjir.
Berdasarkan data yang dihimpun, tercatat sudah ada 54 desa/kelurahan yg
kawasannya tergenang. Di Kec Boureno 14 desa, kec Dander satu desa, kec
balen 9 desa, kec Kalitidu 4 desa, kec kota 4 kelurahan, kec Trucuk 11
desa dan Kanor 2 desa.
Rumah tergenang diperkirakan 1100an rumah tinggal. Sedang sawah
pertanian padi kurang lebih 2000 ha. Sementara jalan desa tergenang
21.05 km Bojonegoro, tanggal 16 feb 2013. Pukul 21.00.
Malam itu saya coba menghitung ulang kemungkinan air tertinggi dan
wilayah tergenang berdasarkan data yang masuk dari titik pantau
Karangnongko. Predeksinya besuk pagi ketinggian air dimungkinkan tembus
15.10. Melihat data ini saya tenang. Maka saya memutuskan untuk
berangkat pengajian ke Sine Ngawi, sambil hitung hitung kembali minggu
pagi bisa memantau keadaan masyaralat yg tergenang banjir.
Sehabis
pengajian, saya mendapatkan laporan via sms, bahwa pada pukul 8.00 air
sudah mencapai 15.32. “Wah salah perkiraan!”, dalam hati saya. Sejak
berangkat saya membaca laporan per-jam, air naik mendekati angka
perkiraan 15,25 pada pukul 6.00. dan setelah itu berhenti naik, stabil
lalu turun. Ternyata saya salah hitung, maka begitu sampai di
Bojonegoro, saya langsung ke kantor BPPD, membaca data, kepada staf
Balai Besar dan Ka Dinas pengairan saya tanyakan, apa penjelasan
kenaikan di luar perkiraan ini.
keduanya menjelaskan baru mendapatkan
laporan hujan dari Kali Kening wilayah Tuban rupanya cukup lebat, warna
air bengawan solo putih menunjukkan ada kontribusi hujan lokal. Kadis
pengairan mencatat hujan lokal semalam 32 mm, curah hujan ini sebenarnya
masuk kategori rendah.
Dalam perjalanan menyapa warga di lokasi kawasan banjir, saya mulai
berhitung bila siaga tiga ini berjalan lebih dari satu hari, maka untuk
wilayah perkotaan sudah harus ada suplai makanan. Beberapa diantara
mereka adalah pekerja harian, yang mendapatkan uang hanya cukup untuk
makan satu atau dua hari. minggu siang paling lambat bahan makanan dan
makanan siap santap harus sudah didistribusikan! Saatnya protab darurat
dilaksanakan.
Setelah mendapatkan penjelasan ketinggian air, wilayah tergenang,
jumlah rumah, jalan sekolahan, dan kemungkinan orang yg memilih
mengungsikan rojo koyo, sapi dan kambingnya di penampungan, mereka yang
tetap bertahan di rumahnya masing masing. Kesiapan aparat dan
masyarakat menjaga pintu air, bahu membahu menjaga suasana. Mendengar
laporan itu saya hanya tinggal mengatakan “lanjutkan!” Sambil pesan
pastikan kebutuhan makan, kemananan, kesehatan dan MCK.
Keadaan ini jauh berbeda dengan lima tahun yang lalu, tahun 2007
akhir dan awal 2008. Bojonegoro tenggelam, masyarakat panik, aparat
birokrasi, TNI, POLRI dan relawan tergagap. Di awal tahun 2009 kita
mulai belajar bagaimana menggauli banjir. Baik banjir kiriman maupun
lokal. Mengenali bagaimana banjir datang, kapan, berapa banyak, apa yang
harus kita lakukan, bagaimana saling berkomunikasi, bagaimana
menyesuaikan diri dengan banjir. Kapan harus ke penampungan, apa yang
harus disiapkan? Bila ada warga yang memilih tidak mengungsi apa yang
harus dilakukan dan apa intervensi pemkab yang harus dilakukan. Apa yang
dilakukan masyarakat saat banjir, yang mengungsi dan tidak, apa yang
dilakukan tetangga desa. Bila banjir usai kapan kembali, apa yang
dilakukan? Semua pertanyaan ini dijawab, dibuat simulasi bersama,
disosialisasikan, dilaksanakan dan disempurnakan terus!
Mengingat penyebab banjir bojonegoro berada di luar jangkauan pemkab
dan masyarakat Bojonegoro, maka kami memilih menggauli banjir, living
harmony with flood. Selain meningkatkan pengetahuan, perilaku dan
tindakan saat banjir, kami keluarkan peraturan; agar anak anak wajib
bisa renang, kontruksi jalan dirubah dari aspal ke paving, rencana tanam
harus benar benar memperhitungkan kemungkinan datangnya banjir. Bila
perlu libur sekolah juga menyesuaikan banjir.
Saat ini kami bersama sedang menjalankan pengetahuan dan prosedur
menggauli banjir. Sambil terus belajar dari masalah dan kekurangan. Kami
juga sedang membangun seribu embung, dan ribuan biopori. Agar run of
air berkurang dan cadangan air bawah tanah meningkat! Kami percaya
keinginan kuat untuk hidup lebih baik, keterbukaan hati dan pikiran dan
kesediaan bersinergi bersama akan menjadi jembatan menggapai masa depan
yang lebih baik.
Kami menyadari marah dan saling umpat saat ada musibah
itu tidak berguna!
Catatan ini saya buat di ruang tamu, sesaat setelah saya memanggil
Sekda, Asisten satu, ka. Bakesbangpolinmas dan Kadis kesehatan untuk
melakukan evaluasi dan tindak lanjut. Kami akan terus mengabarkan ke
publik apa yang terjadi, kekurangan, dan semua kemungkinan yang bisa
dan akan kami lakukan. Kami juga sangat terbuka menerima semua masukan.
Agar cita cita mampu mandiri berkelanjutan mengelola masalah dan
menggapai mimpi menjadi kenyataan! --------------------------------(Kang Yoto)
Home »
SALAM REDAKSI
» Mengadapi Banjir tanpa umpatan dan marah
Mengadapi Banjir tanpa umpatan dan marah
Written By Unknown on Rabu, 20 Februari 2013 | 5:45:00 AM
Label:
SALAM REDAKSI
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !