Headlines News :
Home » » PEMILUKADA Menguntungkan Bagi Pemimpin Yang Berduit

PEMILUKADA Menguntungkan Bagi Pemimpin Yang Berduit

Written By Unknown on Kamis, 27 September 2012 | 12:40:00 PM

OPINI PILKADA

Oleh : Agus Setiyadi
Wakil Pimpinan Redaksi Beritaguntur.com

Salah satu buah reformasi yang secara signifikan merubah pola kehidupan demokrasi bangsa Indonesia adalah penerapan sistem pemilihan langsung kepala daerah. Pilihan berdemokrasi secara langsung ternyata tidaklah mudah diterapkan. Pemilukada hampir selalu menimbulkan konflik; terhadap sebagian, dapat diselesaikan melalui prosedur hukum tetapi sebagian tidak jarang berdampak komunal, vertikal dan atau horisontal.

Untuk sebagian, konflik disebabkan oleh ketidaksiapan elite politik menerima kekalahan tetapi sebagian besar karena politik uang maupun kecurangan incumbent. Yang terakhir ini umumnya berupa penyalahgunaan fasilitas, dana dan kepegawaian termasuk penyelenggara pemilu. Karena itu,pemilukada langsung yang menghabiskan biaya yang cukup besar berubah menjadi ajang pemilihan ”pemimpin berduit”. Akibatnya, kepala daerah terpilih cenderung menjadi penguasa dzolim yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan tim sukses dan pengembalian modal. 

Pada gilirannya, masyarakat mulai jenuh dan tidakpercaya pada sistem demokrasi.Fenomena seperti diuraikan diatas memunculkan wacana pemilihan Gubernur melalui DPRD Provinsi, seperti yang pernah dipraktekkan pada masa lalu, dengan penyesuaian seperlunya. Wacana tersebut perlu dibahas dalam rangka penyusunan RUU Pemilukada.

Ditinjau dari sudut pembiayaan, pemilihan melalui DPRD praktis lebih hemat. Namun demikian, jika gagasan penyelenggaraan pemilukada serentak diterapkan sudah barang tentu bisa menekan biaya seminimal-mungkin. Hanya saja pemilukada serentak membutuhkan masa transisi dan harus menghindari kampanye terbuka.

Perlu dicatat bahwa kemahalan biaya pemilukada tidak terlepas dari regulasi yang rancu/multitafsir mulai dari inventarisasi pemilih dan rekrutmen calon sampai kampanye dan pemungutan suara. Biaya calon harus dibatasi dan dikontrol secara ketat, terutama anggaran belanja yang seharusnya proporsional dengan pendapatan asli daerah. Jelas, bahwa figur yang telah dikenal dan memiliki integritas dan rekam jejak yang diakui oleh masyarakat luas laku di”jual” dengan biaya yang relatif lebih murah.

Penghematan juga bisa dilakukan melalui penerapan teknologi terpadu (ICT system) yang meskipun mahal pada tahap pertama relatif murah untuk pemakaian berikutnya.Dari segi penyalahgunaan kekuasaan, pemilihan melalui DPRD jelas tidak menimbulkan permasalahan. Dilain pihak,penyalahgunaan kekuasaan juga dapat diminimalisasi pada pemilukada langsung jika dipersyaratkan bahwa calon.

”tidak sedang menduduki jabatan sebagai kepala/wakil kepala daerah”. Persyaratan tersebut tidak secara eksplisit membatasi hak individu tetapi menekankan pada kewajiban jabatan untuk tidak dimanfaatkan bagi kepentingan pemenuhan hak individu. Ini berarti bahwa persoalan pengunduran diri atau cuti sampai perhitungan suara adalah konsekuensi yang diputuskan oleh calon sendiri atau setidak-tidaknya cukup diatur secara eksplisit dalam peraturan di bawah undang-undang.

Wacana pemilihan gubernur melalui DPRD boleh jadi dipertimbangkan sebagai jalan keluar dari praktik money politic. Namun di beberapa daerah, ternyata telah beredar ”harga” pasaran bahwa setiap anggota DPRD Provinsi siap ”menjual” suara dengan nilai antara Rp. 1 ¼ -1,5 milyar. Ancaman direcall oleh partai tidak menyurutkan semangat mereka, karena jumlah uang tersebut lebih besar dari total penghasilan selama sisa masa keanggotaan. Sikap tersebut bahkan dengan lantang dipublikasikan dengan alasan sebagai ”dana aspirasi(?)”. 

Jika ditambah biaya partai, seorang calon harus menyiapkan lebih dari Rp. 50 miliar yang kelak harus dibayar kembali dengan kekuasaan selama masa jabatan. Ini berarti bahwa jabatan gubernur/Kepala Daerah hanya mungkin diduduki orang berduit atau yang dimodali pengusaha.

Permainan “mata” dalam penyusunan RAPBD sudah mulai tercium. Pada beberapa provinsi, untuk setiap anggota DPRD dialokasikan anggaran “dana aspirasi” mencapai satu milyar pertahun, diduga sebagai “panjar” oleh incumbent yang bakal maju lagi dalam pemilihan gubenur/Kepala Daerah periode berikutnya.


Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Head Office : Gg.Koramil No.28 Kapas - Bojonegoro | | (0353) 593 3256 - 081 259 061 188
Periklanan : Nurul Amalin 085 851 878 586
Copyright@ © 2012. Beritaguntur.com - Email: guntur_pusat@yahoo.co.id
Website Resmi Berita Nasional Tabloidguntur.com@ AGUS KUPRIT