Bojonegoro Metro News,
Salah satu
budaya Jawa yang patut kita ketahui adalah tradisi sungkeman. Tradisi sungkeman
ini menjadi ciri khas bagi masyarakat Jawa, dimana acara sungkeman biasanya
diadakan untuk melengkapi acara tertentu misalnya acara pernikahan. Arti
sungkeman sendiri berasal dari kata sungkem yang bermakna bersimpuh atau
duduk
berjongkok sambil mencium tangan.
Tradisi
sungkeman ini dapat kita jumpai di masyarakat Jawa pada moment tertentu
misalnya pada hari raya lebaran atau dalam pesta pernikahan. Makna
sungkeman merupakan wujud bakti anak kepada orang tua sekaligus
sebagai tanda hormat anak kepada orang yang dianggap sebagai orang yang
dituakan.
Dalam
perkembangannya sekarang ini budaya sungkeman semakin jarang kita temukan,
padahal filsafah sungkeman ini memiliki makna yang sangat bagus dan patut kita
tanamkan pada generasi penerus agar mereka senantiasa mengingat betapa budaya
Jawa senantiasa menjunjung tinggi bakti tulus kepada orang tua.
Tapi sangat
di sayangkan tradisi sungkeman ini hanya ada dan di lakukan pada saat
acara-acara tertentu saja,padahal harusnya tradisi ini bisa juga kita lakukan
dan kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari di saat kita melakukan kesalahan
dan meminta maaf baik kesalahan pada orang yang lebih tua atau orang yang muda
dari kita sekalipun.
Adapun cara
sungkeman yang memang sudah ada sejak nenek moyang kita adalah sebagai berikut
: Pihak yang lebih tua duduk di kursi,dan orang-orang yang hendak melakukan
prosesi sungkeman datang ke hadapan orang yang lebih tua,lalu ambillah posisi
bersimpuh dan menghadap pada orang yang mau di sungkemi tersebut.
Rapatkan ke
dua telapak tangan,dan ulurkan kepada orang tua,dan setelah telapak tangan
saling bertemu lalu majukan badan anda ,telapak tangan di posisikan di atas
kening sementara kepala anda tertuju lurus ke lutut yang member sungkem.Setelah
di rasa cukup,maka tarik tangan anda secara perlahan dan mulailah melangkah
mundur tetap dalam posisi bersimpuh,kira-kira dua kali mundur baru anda
silahkan berdiri dan melakukan jalan biasa.
Inilah yang mungkin
yang menyebabkan budaya sungkeman ini kurang begitu berkembang dan kurang di
lestarikan,selain di anggap sulit dan tidak praktis kemungkinan budaya ini di
anggap sebagai cermin budaya Feodal jaman kerajaan. (Agus Kuprit)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !