BANYUWANGI Tabloidguntur.com -Ada tradisi unik yang selalu dilakukan masyarakat adat Using di Banyuwangi, Jawa Timur, setiap menjelang Hari Raya Idul Adha. Yakni tradisi mepe kasur, atau menjemur kasur (menjemur dalam bahasa jawa adalah mepe),warga Desa adat Using Kemiren Kecamatan Glagah, Banyuwangi, menggelar tradisi mepe kasur
(jemur kasur) secara massal. Tradisi ini memang rutin digelar setahun
sekali. Tepatnya menjelang malam Senin atau malam Jumat di minggu
pertama bulan Dzulhijjah.
“Dilakukan satu tahun sekali,” ujar Sesepuh
Adat Kemiren, Djohati Timbul, kemarin.
Timbul menjelaskan, tradisi mepe kasur
digelar secara turun temurun sejak ratusan tahun lalu. Dimaksudkan
sebagai upaya bersih desa atau tolak balak. Kasur-kasur tersebut dijemur
sepanjang jalan rumah warga.Pada saat tertentu, ibu-ibu akan
memukul-mukul kasur dengan rotan untuk menghilangkan debu yang melekat.
Setiap 1 jam sekali, kasur digebuk bersama-sama sehingga menimbulkan
irama yang dipercaya bisa menolak datangnya wabah penyakit santet.
Ada yang unik dari tradisi ini. Semua
kasur yang dijemur memiliki kesamaan warna alias seragam. Kasur berwarna
hitam dibagian atas serta bawahnya. Sedangkan sisi samping kasur
berwarna merah menyala. Menurut Timbul, sesepuh desa Kemiren, kasur
warga Using memang selalu dibuat demikian, sebagai lambang kerukunan dan
semangat bekerja dalam rumah tangga.
Suku Osing di Kemiren menyebutnya dengan
istilah Kasur Gembil. Kasur unik tersebut memiliki filosofi bagi
kehidupan pernikahan suku Osing. Sebab itu kasur gembil wajib dimiliki
bagi pasangan yang baru menikah.
“Warna hitam berarti Langgeng,
sedangkan merah berarti semangat,” ujar Timbul.
Hingga kini,
tradisi berkasur hitam merah ini terus menerus diturunkan. Setiap
pengantin baru akan menerima kasur baru dengan warna serupa dari
orangtua mereka. Mungkin hanya di desa inilah springbed dan laundry
kasur tak menemukan pasarnya.
Kasur Gembil juga menjadi saksi bisu
pasang surut perjalanan rumah tangga pemiliknya. Semisal kasur milik
pasangan Mbah Alim dan Mbah Endun, yang menikah tahun 1962 silam. Kasur
berukuran sekitar 1×2 meter tersebut masih terlihat bagus.Begitu pula dengan kondisi kasur gembil
milik pasangan suami istri lainnya. Semuanya masih terlihat awet seperti
keinginan mereka agar kehidupan rumah tangganya awet pula.
Terlepas dari hal tersebut. Hingga detik
ini Warga Desa Kemiren masih memegang teguh adat warisan leluhur mereka.
Salah satunya menjaga rumah tangga mereka agar langgeng dengan cara
menjalaninya penuh semangat. [Pras]
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !