Senin 01 Oktober 2012
Reporter : Agus Setiyadi (Kuprit)
Tabloidguntur.com - Suara mesin menderu keras di antara pepohononan jati yang tumbuh di atas
pegunungan Desa Wonocolo, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa
Timur. Di antara pepohonan terlihat beberapa batang kayu berukuran
sedada dibentuk sedemikian rupa menyerupai tiang tenda alias segitiga.
Ya, itulah suasana yang terlihat di saat kita melintas di kawasan hutan wonocolo yang gersang namun penuh dengan harta yang melimpah.
Ya, itulah suasana yang terlihat di saat kita melintas di kawasan hutan wonocolo yang gersang namun penuh dengan harta yang melimpah.
Balok
disusun Sedemikian Rupa adalah tiang untuk menambang minyak
mentah (crude oil).
Dengan kedalaman 200-300 meter di bawah perut bumi, penambangan minyak
tradisional di wilayah utara Bojonegoro itu dilakukan dengan
memanfaatkan mesin diesel yang sengaja dicopot dari bodi kendaraannya.
Begitu pula peralatan lainnya juga cukup sederhana, selain tali tambang
dari baja agar tidak mudah putus, sejumlah ember dan drum juga
mewarnai lokasi sekitar sumur minyak peninggalan Belanda tersebut.
Di kawasan Kecamatan Kedewan, 30 kilometer dari Kabupaten Bojonegoro itu
sedikitnya hingga saat ini tersisa 47 sumur minyak produksi dari
ratusan titik sumur yang di masa lalu menjadi kekuasaan kolonial.
Sumur-sumur itu tersebar di Desa Wonocolo dan Hargomulyo.Sumur-sumur tua tersebut berdekatan dengan sumur lainnya,sumur yang di kelola secara tradisional oleh warga sekitar adalah secara kelompok,Misalnya sumur 56 di Desa Wonocolo yang per harinya mampu
menghasilkan minyak mentah 2.000 liter ini dikelola oleh 24 orang.
"Semua yang kerja di sini warga Wonocolo. Memang saat ini pengelolaannya sudah diserahkan ke warga," jelas pak cip selaku kepala Desa Wonocolo Kecamatan Kedewan.
"Semua yang kerja di sini warga Wonocolo. Memang saat ini pengelolaannya sudah diserahkan ke warga," jelas pak cip selaku kepala Desa Wonocolo Kecamatan Kedewan.
Warganya masyarakat Desa Wonocolo
menambang minyak secara bergantian selama 24 jam.
Dalam sehari, rata-rata 10 drum minyak mentah didapatkan dan dijualnya
ke Pertamina melalui KUD yang ada di Desa tersebut dengan harga murah setiap
drumnya (1
drum = 230 liter). Ironisnya harga tersebut dinilainya masih terlalu
rendah jika dibandingkan biaya produksinya.
"Padahal seharusnya dengan melihat biaya atau permodalan untuk mengambil minyak tersebut cukup mahal,misalnya mulai dari pembelian Solar,makan dan tenaga kerja juga banyak,ujar Kades".
Kalau dihitung-hitung kita nggak dapat apa-apa dari minyak
ini,tambahnya, padahal Ini merupakan kekayaan yang ada di Desa kami sendiri tapi mengapa,kami tidak bisa merasakan hasil kekayaan ini dengan baik,Keluh salah satu warga yang tak mau di sebutkan namanya.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !